Rabu, 13 Januari 2016

LAPORAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN (KEANEKARAGAMAN HAYATI)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Antara makhluk hidup dengan lingkungannya saling mempengaruhi satu sama lain. Kegiatan tersebut merupakan hal yang sangat mustahil jika tidak terjadi. Hal ini dikarenakan makhluk hidup dengan lingkungan saling membutuhkan. Hal tersebut sering dikatakan sebagai hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya atau biasa disebut hubungan timbal balik antara komponen biotik dan abiotik.
Ilmu yang mengkaji hubungan timbal balik faktor biotik dan abiotik di bumi ini disebut ilmu ekologi. Ekologi dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu ekologi hewan dan ekologi tumbuhan.
Salah satu kajian dari ekologi adalah ekosistem tempat organisme itu hidup. Ekosistem (satuan fungsi dasar dalam ekologi) adalah suatu sistem yang didalamnya terkandung komunitas hayati dan saling mempengaruhi antara komponen biotik dan abiotik. Ekosistem pun dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu ekosistem darat dan ekosistem perairan.
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis.

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui keanakaragaman hayati pada suatu area atau daerah dengan menggunakan transek.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis. ( Anggrain, 2006)
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi; wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari ekuator. Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Asal mula kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa. ( Anonim, 2007)
     Keanekaragaman hayati berkembang dari keanekaragaman tingkat gen, keanekaragaman tingkat jenis dan keanekaragaman tingkat ekosistem. Keanekaragaman hayati perlu dilestarikan karena didalamnya terdapat sejumlah spesies asli sebagai bahan mentah perakitan varietas-varietas unggul. ( Eugene, 1993)
            Kelestarian keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem akan terganggu bila ada komponen-komponennya yang mengalami gangguan. Gangguan-gangguan terhadap komponen-komponen ekosistem tersebut dapat menimbulkan perubahan pada tatanan ekosistemnya. Besar atau kecilnya gangguan terhadap ekosistem dapat merubah wujud ekosistem secara perlahan- lahan atau secara cepat pula. Contoh-contoh gangguan ekosistem , antara lain penebangan pohon di hutan-hutan secara liar dan perburuan hewan secara liar dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Gangguan tersebut secara perlahan-lahan dapat merubah ekosistem sekaligus mempengaruhi keanekaragaman tingkat ekosistem. Bencana tanah longsor atau letusan gunung berapi, bahkan dapat memusnahkan ekosistem. Tentu juga akan memusnahkan keanekaragaman tingkat ekosistem. ( Anonim 2013)
     Antara makhluk hidup dengan lingkungannya saling mempengaruhi satu sama lain. Kegiatan tersebut merupakan hal yang sangat mustahil jika tidak terjadi. Hal ini dikarenakan makhluk hidup dengan lingkungan saling membutuhkan. Hal tersebut sering dikatakan sebagai hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya atau biasa disebut hubungan timbal balik antara komponen biotik dan abiotik. ( Anonim, 2012)











BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat dilaksanakanya praktikum ini adalah sebagai berikut :
Hari / Tanggal :  Minngu 22 Juni 2014
Waktu             : Pukul 08. 00 – selesai
Tempat            :Desa Lembah sada dusun Lino, Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Meteran
2.      Tali rafiah
3.      Patok kayu
4.      Alat tulis menulis
3.2 Prosedur Kerja
     Adapun prosedur kerja yang  dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.    Membentangkan transek sepanjang 20 meter sebagai daerah pengamatan.
2.    Membuat plot dengan ukuran 1 x 1 pada garis transek dengan setiap 1 plot mempunyai antara 1 meter.
3.    Menghitung jumlah hewan dan tumbuhan yang terdapat dalam setiap plot.
4.    Mengulangi langkah 2 - 3 sebanyak 10 kali.
5.    Memasukkan data kedalam tabel pengamatan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil pengamatan
Adapun hasil pegamatan yang diperoleh pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
No.
Nama Spesies
Bentuk Hidup
Banyak Muncul
Frekuensi Mutlak
1.
Tumbuhan
-          Spesies A
-          Spesies B
-          Rambutan
-          Spesies C
-          Coklat

Individu
Menjalar
Individu
Individu
Individu

2
8
3
7
3


20 %
80 %
30 %
70 %
30 %

2.
Hewan
-          Monomorium Sp

Berkoloni

7

70 %
Adapun Analisa data yang telah kami lakukan menggunakan rumus sebagai berikut :
x 100%
1.    Tumbuhan
-          FM spesies A = 2/10 x 100 %= 20 %
-          FM spesies B = 8/10 x 100 % = 80 %
-          FM spesies C = 7/10 x 100  %= 70 %
-          FM coklat      = 3/10 x 100 % = 30 %
-          FM rambutan = 3/10 x 100 % = 30 %
2.      Hewan
-          FM Monomorium Sp. = 7/10 x 100 % = 70 %
4.2  Pembahasan
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis. ( Anggrain, 2006).
Keanekaragaman hayati berkembang dari keanekaragaman tingkat gen, keanekaragaman tingkat jenis dan keanekaragaman tingkat ekosistem. Keanekaragaman hayati perlu dilestarikan karena didalamnya terdapat sejumlah spesies asli sebagai bahan mentah perakitan varietas-varietas unggul. Kelestarian keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem akan terganggu bila ada komponen-komponennya yang mengalami gangguan. Gangguan-gangguan terhadap komponen-komponen ekosistem tersebut dapat menimbulkan perubahan pada tatanan ekosistemnya. Besar atau kecilnya gangguan terhadap ekosistem dapat merubah wujud ekosistem secara perlahan- lahan atau secara cepat pula.
Pada hasil pengamatan didaerah Lembah Sada tepatnya didusun Lino, keanakaragaman hayatinya mengalami gangguan akibat pembukaan lahan pertanian oleh masyarakat setempat sehingga tingkat keanekaragamannya rendah. Dari hasil Pengamatan untuk hewan diperoleh FM Monomorium Sp. Yaitu 70 % sedangkan untuk tumbuhan diperoleh FM Spesies A yaitu 20 %; FM Spesies B yaitu 80 %; Spesies C yaitu 70 %; FM rambutan yaitu 30 % dan FM coklat yaitu 30 %.
Hal ini disebabkan karena adanya kondisi ekosistem yang tidak stabil yaitu hubungan antara abiotik dan biotiknya tidak seimbang. Dimana di daerah tersebut hutannya telah dikonversi oleh masyarakat setempat untuk dijadikan sumber mata pencarian atau kebutuhan ekonomi yang menjadikan suhunya tinggi, kelembabannya berkurang, dan intensitas cahayanya meningkat sehingga faunanya sulit untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Dari hasil pengamatan pada daerah tempat melakukan pengamatan bahwa tingkat keanekaragamannya sudah sangat rendah apalagi keanekaragaman fauna didaerah tersebut lebih rendah dibandingkan floranya dikarenakan masyarakat setempat hanya melestarikan tumbuhan yang dapat menghasilkan saja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.











BAB V
PENUTUP
5.1    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini dengan melihat hasil pengamatan adalah  sebagai berikut :
1.      Pada area/kawasan yang di jadikan sebagai tempat pengamatan menggunakan transek memiliki keanekaragaman hayati yang kurang karena adanya ketidakstabilan antara faktor biotik dan faktor abiotik yang disebabkan oleh adanya konversi hutan alami menjadi hutan buatan sehingga faktor abiotiknya tidak normal mengakibatkan makhluk hidup sangat susah untuk beradaptasi dengan lingkungan.
5.2    Saran
     Adapun saran yang dapat diberikan adalah adanya kerja sama antar sesame kelompok agar praktikum dapat terlaksana dengan baik.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar